Blogger Widgets

Senin, 02 Maret 2015

makalah rujuk dalam islam

RUJUK DALAM HUKUM ISLAM
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : Fikih Munakahat
Dosen Pengampu : Wawan Suwandi, Drs. M.Pd.I










Disusun Oleh :
Santi Nurul Hikmah
Semester III
Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyah


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM(IAID)
CIAMIS-JAWA BARAT
2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan petunjuknya, saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan lancar. Makalalah ini saya tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Munakahat dengan judul “Rujuk dalam Hukum Islam”.
Namun demikian, saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk penyempurnaan makalah berikutnya.
Akhirnya saya mengucapkan terimahkasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Fikih Munakahat.  Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.

Ciamis,  Januari 2014

Penulis












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................      i
DAFTAR.......................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................      1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................      1
1.3. Tujuan..........................................................................................      1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Rujuk.........................................................................      2
2.2. Hukum dan Dasar Hukum...........................................................      2
2.3. Syarat dan Rukun Rujuk.............................................................      3
2.4. Tata Cara Rujuk............................................................................    4
2.5. Tujuan dan Hikmah Hukum Rujuk...............................................    4
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan..................................................................................      6
3.2. Saran............................................................................................      7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................      8

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
 Zaman sekarang perceraian semakin meningkat dengan tajam. Penyebabnya bermacam-macam diantaranya dengan kata talak, li’an, fasakh, khuluk dan lainnya. Setelah jatuh talak maka perempuan akan mendapatkan masa iddah, dan dimasa iddahlah suami dapat merujuk kembali istri jika ingin kembali hidup bersama lagi.
Dalam perkara rujuk tidak semua orang sudah dapat memahami prosedur dalam rujuk.  Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat makalah dengan judul Rujuk dalam Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih Munakahat.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan  masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.     Apa pengertian rujuk?
b.    Apa hukum dan dasar hukum rujuk?
c.     Apa syarat dan rukun rujuk?
d.    Bagaimana tata cara rujuk?
e.     Apa tujuan dan hikmah hukum rujuk?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui pengertian rujuk.
b.      Untuk mengetahui hukum dan dasar hukum rujuk.
c.       Untuk mengetahui syarat dan rukun rujuk.
d.      Untuk mengetahui tata cara rujuk.
e.       Apa tujuan dan hikmah hukum rujuk?



BAB  II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rujuk
     Rujuk atau dalam istilah hukum disebut raj’ah secara arti kata berarti kembali. Orang yang rujuk kepada istrinya berarti kembali kepada istrinya. Sedangkan definisinya dalam pengertian fiqih menurut al-Mahally ialah:
الرّدالى النكا ح من طلا ق غير با ئن ف العد ة
“Kembali dalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan ba’in, selama dalam masa iddah”.
Rujuk  yang berasal dari bahasa Arab telah menjadi bahasa Indonesia terpakai yang artinya menurut KBBI adalah kembalinya suami kepada istrinya yang ditalak, yaitu talak satu, talak dua, dalam masa iddah. Definisi yang dikemukakan KKBI tersebut secara esensial bersamaan maksudnya dengan yang dikemukakan dalam kitab fiqh, meskipun redaksional sedikit berbeda. Dari definisi-definisi tersebut terlihat beberapa kata kunci yang menunjukkan hakikat dari perbuatan hukum yang bernama rujuk itu. (Syarifuddin, 2006: 337).
Pertama: kata atau ungkapan “kembalinya suami kepada istri”. Hal ini mengandung arti bahwa diantara keduanya sebelumnya telah terikat dalam tali  perkawinan, namun ikatan tersebut telah berakhir dengan perceraian.
Kedua: ungkapan atau kata “yang telah ditalak dalam bentuk rajiyy”, mengandung arti bahwa istri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus (ba’in). Hal ini menunjukkan bahwa kembali kepada istri yang belum dicerai atau telah dicerai tetapi tidak dalam  bentuk raj’iyy, tidak disebut rujuk.  
Ketiga: kata atau ungkapan “masih dalam masa iddah”, mengandung arti bahwa rujuk itu hanya terjadi selama istri masih berada dalam iddah. (Syarifuddin, 2006: 338).
2.2. Hukum dan Dasar Hukum Rujuk
     Dalam satu sisi rujuk itu adalah membangun kembali kehidupan perkawinan yang terhenti atau memasuki kembali kehidupan perkawinan. Kalau membangun kehidupan perkawinan pertama kali disebut perkawinan, maka melanjutkannya disebut rujuk. Hukum rujuk dengan demikian sama dengan hukum perkawinan, dalam mendudukkan hukum asal dari rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang digunakan jumhur ulama itu ialah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229:
الطّلا ق مرّ تا نِ فاءمسا كٌ بمعر و فٍ اوتسريح باءحسا نٍ
Thalaq itu ada dua kali sesudah itu tahanlah dengan baik, atau lepaskanlah dengan baik”.
            Demikian pula firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228:
وبعولتهنّ أحقّ بردّ هنّ فى ذلك إن اراد واإصلا حاً
Suaminya lebih berhak untuk kembali kepadanya dalam hal itu jika mereka hendak berdamai”. (Syarifuddin, 2006: 339).
Dalil dalam hadis Nabi diantaranya adalah apa yang disampaikan oleh Ibnu Umar Muttafaq alaih yang bunyinya:
طلقت امرأتى وهى حا ئض فسآل عمر النبيّ الصلى الله على وسلّم فقال مر فليراجعها
Ibnu Umar berkata: “saya menceraikan istri saya sedang dalam haid, maka umar menanya Nabi SAW. tentang itu”. Nabi bersabda: “suruhlah dia merujuk istrinya”.
Kata Imsak dalam ayat pertama dan kata rad dalam ayat kedua mengandung maksud yang sama yaitu kembalinya suami kepada istri yang telah diceraikannya. Tidak ada perintah yang tegas dalam kedua ayat tersebut untuk rujuk. Adanya perintah Nabi supaya Ibnu Umar rujuk adalah karena sebelumnya dia menalaknya dalam keadaan haid. Oleh karena itu hukum rujuk itu adalah sunat. (Syarifuddin, 2006: 340).
2.3. Syarat dan Rukun Rujuk
            Rujuk dapat dilakukan suami apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
·      Bekas istri, sudah pernah dicampuri. Dengan demikian, perceraian yang terjadi antara suami dan istri yang belum pernah dicampuri tidak memberikan hak rujuk kepada bekas suami.
·      Talak yang dijatuhkan suami tanpa pembayaran iwad dari pihak istri. Dengan demikian, apabila suami menjatuhkan talak atas permintaan istri dengan pembayaran iwad, baik dengan jalan khuluk atau terpenuhinya ketentuan-ketentuan ta’lik, tidak berhak merujuk bekas istri.
·      Persetujuan istri yang akan dirujuk. Syarat ini sejalan dengan prinsip sukarela dalam perkawinan. (Basyir, 2007: 100)
Sedangkan rukun-rukunnya ialah:
·      Ada suami yang merujuk atau wakilnya;
·      Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya;
·      Kedua belah pihak sama-sama suka.
·      Dengan pernyataan ijab dan kabul. (Abidin & Aminuddin, 1999: 154).
2.4. Tata cara Rujuk
            Tata cara Rujuk dalam kompilasi hukum Islam pasal 167:
1.    Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.
2.    Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
3.    Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam iddah talak raj’i, apakah perempuan yang dirujuk itu adalah istrinya.
4.    Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
5.    Setelah rujuk itu dilaksanakan, pegawai pencatat nikah menasehati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk. (Kompilasi Hukum Islam, 2007:51)
2.5. Tujuan dan Hikmah Hukum Syara’
     Diaturnya rujuk dalam hukum syara’ karena padanya terdapat beberapa hikmah yang akan mendatangkan kemaslahatan kepada manusia atau menghilangkan kesulitan dari manusia. Banyak orang yang menceraikan istrinya tidak dengan pertimbangan yang matang sehingga segera setelah putus perkawinan timbul penyesalan disatu atau kedua pihak. Dalam keadaan menyesal itu sering timbul keinginan untuk kembali dalam hidup perkawinan, namun akan memulai perkawinan baru menghadapi beberapa kendala dan kesulitan. Adanya lembaga rujuk ini menghilangkan kendala dan kesulitan tersebut.
            Seseorang yang berada dalam iddah talak raj’iy di satu sisi diharuskan tinggal di rumah yang disediakan oleh suaminya, sedangkan suamipun dalam keadaan tertentu diam di rumah itu juga; disisi lain dia tidak boleh bergaul dengan suaminya itu. Maka terjadilah kecanggungan psikologis selama dalam masa iddah itu. Untuk keluar dari kecanggungan itu Allah memberi pilihan yang mudah diikuti yaitu kembali kepada kehidupan perkawinan sebagai semula. Kalau tidak mungkin ya, meninggalkan istri sampai habis masa iddahnya sehingga perkawinan betul-betul menjadi putus atau ba’in. (Syarifuddin, 2006: 340).
















BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
·         Rujuk  yang berasal dari bahasa Arab telah menjadi bahasa Indonesia terpakai yang artinya menurut KBBI adalah kembalinya suami kepada istrinya yang ditalak, yaitu talak satu, talak dua, dalam masa iddah.
·         Hukum rujuk dengan demikian sama dengan hukum perkawinan, dalam mendudukkan hukum asal dari rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang digunakan jumhur ulama itu ialah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229 yang artinya:                                               
 “Thalaq itu ada dua kali sesudah itu tahanlah dengan baik, atau lepaskanlah dengan baik”.
·           Rujuk dapat dilakukan suami apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
ü Bekas istri, sudah pernah dicampuri.
ü Persetujuan istri yang akan dirujuk.
ü Talak yang dijatuhkan suami tanpa pembayaran iwad dari pihak istri.
Sedangkan rukun-rukunnya ialah:
ü Ada suami yang merujuk atau wakilnya;
ü Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampurinya;
ü Kedua belah pihak sama-sama suka.
ü Dengan pernyataan ijab dan kabul.
·      Prosedur rujuk yaitu:
ü Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke PPN dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.
ü Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan PPN .
ü PPN memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat.
ü Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
ü Setelah rujuk itu dilaksanakan, pegawai pencatat nikah menasehati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk.
·      Banyak orang yang menceraikan istrinya tidak dengan pertimbangan yang matang sehingga segera setelah putus perkawinan timbul penyesalan disatu atau kedua pihak. Dalam keadaan menyesal itu sering timbul keinginan untuk kembali dalam hidup perkawinan, namun akan memulai perkawinan baru menghadapi beberapa kendala dan kesulitan. Adanya lembaga rujuk ini menghilangkan kendala dan kesulitan tersebut.
3.2. Saran
   Setelah kita mempelajari dan mengetahui tentang rujuk diharapkan kita mampu memahaminya dengan baik.  Amin..
   Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan para pembaca. Amin..













DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqih Munakahat. Bandung: CV Pustaka Setia.
Basyir, Ahmad Azhar. 2007. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Kompilasi Hukum Islam pasal 167.
Syarifudin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana.







1 komentar: