Blogger Widgets

Rabu, 17 September 2014



Senja terakhir bersama ‘kiky’
Hope Mumtaz el-Hikmah
Hhahh.. akhirnya turun juga dari bis. Lega sekali rasanya setelah lamanya duduk di dalam bis selama dua hari. Paling-paling aku turun jika sedang istirahat. Akupun melanjutkan perjalanan dengan menyebrang jalan raya memasuki gang perumahan. Sungguh aku sudah tak sabar ingin segera di rumah. Hati ini begitu rindu....sekali. dengan mamah, bapak, teh melan kakak kembarku, dan adikku yang sangat lincah. Tak lupa dengan teman-teman bermain saat SD. Sudah 6 tahun aku meninggalkan kotaku tercinta untuk menimba ilmu di kota solo nan jauh sana.  Hmm tak kusangka sekarang jalan rayanya sangat ramai, menyebrangpun aku sangat susah, butuh bantuan para petugas.



 Untung aku tak membawa barang banyak. Setelah memasuki gang, banyak sekali ojek sepeda motor menghampiriku. “neng enggal naik, ayo bade kamana?” ujar salah satu mang ojek sambil menarik koperku. belum sempat kujawab, sepeda motor lainnya mengahampiriku, “neng sok calik bade kamana?” ajak mang ojek yang lain sambil menarik tanganku. “hhehh maneh tong kitu atuh.. apan urang tadi tos tihela...”[1] bentak mang ojek yang pertama. “naon tuh sia!! Si eneng nage can naik tos di bebetot tasna”[2] kuping ku terasa panas mendengar kata-kata kasar. “atos-atosnya mang.. da abi mah bade jalan wae. Caket mang. Hatur nuhun..”[3] ujarku mencari jalan penengah. Hhahh.. sekarang ini tersasa asing bahasa sunda ditelingaku. hmm cukup geli juga sih..Sebenarnya, aku sangat lelah jika berjalan kaki, tapi tak apalah.. hikmahnya aku bisa melihat sekeliling dengan jelas, sehingga  perubahan-perubahan yang terjadi dapat kutanyakan langsung pada keluarga, saat sudah sampai di rumah. Hmmm kesal sekali, cara mereka menawarkan sangat memaksa dan kasar. Hhahh.. beginilah zaman sekarang, jika menyangkut uang mereka akan berusaha semaksimal mungkin, tak lagi memedulikan kenyamanan orang lain, ah jangankan itu, etika kesopanan saja sudah mereka lupakan. Prihatinnya...
Wah... ternyata banyak sekali yang berubah. Kulihat ke samping kanan dan kiri sudah tak ada lagi kebun-kebun buah mangga. Tempatku berteduh dan bermain dengan ayah dan teh melan. Sementara ruko-ruko berdiri tegak di sepanjang jalan yang kulalui. Kebun-kebun benar-benar sudah dibabat habis mungkin hanya tersisa sekitar empat atau lima pohon yang tumbuh dengan berjarak jauh antara satu dengan yang lain. Aku benar-benar dibuat miris sekaligus takjub dengannya. Apapun yang kubutuhkan tak perlu pergi jauh-jauh ke pasar, toh semuanya sudah ada. Dari mulai toko baju, makanan ringan, sepetu, buah-buahan, sembako, parfume dan tak sanggup kusebutkan semua karena saking banyak. Tapi bayangkan betapa gersang dan panasnya perumahan citra. Tidakkah kalian berfikir, bahwa kita sangat tega pada flora, memang pertumbuhan mansia saat ini sangat pesat, tapi menurutku alasan utama bukan karena itu, tapi karena manusia semakin haus harta sehingga tanpa fikir panjang mereka membabat habis kebun-kebun. Jika terjadi banjir besar barulah mereka menyesal, inilah tabiat orang rakus yang selalu menyesal di akhir. Akupun terus menelusuri jalanan. Hmm ternyata ada yang tidak pernah berubah hingga sekarang, yaitu jembatan besar yang tegak diatas irigasi yang cukup besar. Akupun terhenyak ketika tiba di taman bermain saung indah. Taman itu adalah tempatku bermain saat SD ketika pulang les bahasa Inggris, dan tempat finishku dengan teman-teman ketika lari pagi di hari libur. Hhahh... sungguh dada ini sangat sesak. Aku rindu itu semua.  Sejenak hatiku merasa sejuk melihat taman itu. Bagaimana tidak? Taman itu semakin indah dan  teduh, dikelilingi banyak pohon dan semakin banyak wahana permainan, para pedagangpun semakin ramai. dari mulai anak kecil hingga dewasa turut menikmati taman itu. Taman itu romantis sekali suasananya, pantas saja para remajapun ikut bermain dengan kekasihnya. Hhhahh syukurlah ternyata masih ada pepohonan yang lumayan cukup banyak di taman.
Akupun melanjutkan langkahku. Kini mulai memasuki perumahan. Sungguh aku sangat pusing. Rupanya semakin terdapat banyak gang. Tidak seperti dulu, hanya ada sekitar 12 gang, sedangkan sekarang ada lebih dari seratus gang. Lapangan-lapangan besar sudah disulap menjadi gang yang sangat banyak. Saat berada di depan salah satu rumah aku terdiam kaku. tiba-tiba kaki ini terasa lumpuh, rasanya mata ini ingin terus memandangi rumah itu. Rumah yang sempat memberiku berjuta warna. Rumah yang sempat memberikan luka pada banyak orang. Pandanganku terasa buyar. seolah-olah aku dipaksa masuk ke lorong waktu, dan memaksaku terjun pada kisah silam yang telah tergilas masa. Memoar-memoar itupun bergerak seperti film...
###          ###              ###            ###             ###                  ###            ###
Sore itu, langit nampak cerah. Burung-burung terbang dengan bebas ke angkasa, membuat farmasi yang sangat indah di atas langit. sebagian burung bertengger pada kubah sebuah masjid yang bernama masjid An-Nur. Hari ini masjid sangat ramai karena merupakan hari pengajian mingguan ibu-ibu yang tinggal di perumahan Citra. Tak hanya ibu-ibu yang datang ke masjid, tetapi juga anak-anaknya diajak. Para ibu mengaji barjanji dengan khusyu’ di dalam masjid, sementara anak-anak bermain di halaman masjid. anak-anak yang bermain tersebut adalah aku, meilan kakak kembarku, fia, kiky, sofi dan ana, serta hanum. Saat itu aku berumur 6 tahun, sama seperti fia, dan meilan tentunya. Sofi, ana dan hanum berumur 7 tahun, sedangkan kiky adalah temanku yang paling muda berumur 5 tahun. Kami semua satu pengajian di TPA Al-Barkah, sehingga biasa bermain bersama, namun yang satu sekolah denganku adalah meilan dan fia. Sedangkan sofi, ana dan hanum sekolah di Anggadita yang cukup jauh dari rumah sehingga harus menaiki angkot. Kami semua duduk di kelas 1 SD kecuali kiky yang belum sekolah. Aku dengan kiky sangat dekat, ia sering main ke rumahku bahkan meskipun sudah di jemput ayahnya ia sering nangis tetap ingin bermain di rumahku. Sering kali, agar kiki menurut untuk pulang akupun ikut ke rumahnya. Jadilah aku dengan kiki tetap bermain bersama hanya tukeran tempat. Sejujurnya aku kurang nyaman bila bermain ke rumahnya, karena bau bensin, maklum kiky memang jualan bensin di rumah. Aku sangat senang padanya, karena anaknya lucu sekali.. badannya berisi dan pipinya sangat gembil, aku sering menyubitnya. Selain itu, ia juga tidak mudah marah jika bermain bersama dan selalu menurut jika di suruh apapun. Hmm terkadang aku tega sekali pada dia untuk menjadikannya sebagai seekor kuda dan aku menaiki punggungnya. Jika mengingatnya aku sangat menyesal sekali... yah.. tapi mau bagaimanalagi, toh semua sudah terjadi. Semoga saja kiky memang ikhlas dan bahagia dulu.  
Sore itu kiky menggunakan baju muslim putih. Kuperhatikan agak lama, ternyata kiky sangat cantik. Aku baru menyadarinya saat itu. Kamipun bermain bersama. Kebetulan aku, meilan dan fia mempunyai suntikkan air yang dibeli saat tadi sekolah. Kamipun sepakat bermain kejar-kejaran dan berkelompok saling menyemprot dengan suntikkan. Satu kelompok memiliki satu suntikkan. Bermain kali ini terasa sangat mengasyikan. Bagaimana tidak? Ini adalah permainan baru yang kami mainkan dengan suntikkan baru pula. Tak terasa baju kami mulai basah. Setelah lamanya saling berkejaran, kamipun lelah dan bersepakat untuk istirahat sejenak. Hanya meilan yang merasa kesal masih ingin bermain. Kamipun beristirahat duduk di teras masjid, kecuali meilan yang masih berdiri.
“ih... kenapa berhenti sih.. ayo main lagi..!!!” ajak meilan dengan kesal.
“meilan memang tidak cape ? kita istirahat dulu sebentar, lihat meilan, hampir semuanya kelelahan" ujar fia dengan bijak. Dia memang paling dewasa sifatnya diantara kami semua. meilanpun memanyunkan bibirnya kesal.
“tau tuh.. emang teteh gak liat apa kita-kita pada cape. Apalagi kiky pucat sekali wajahnya, liat tuh..!!!” ujarku dengan kasar. Meilanpun semakin manyun.
“meisin... yang sopan dong.. diakan kakakmu.”  Ujar fia menasehatiku.
“iya deh.. teh meilan maaf ya...” pintaku dengan tulus dan tersenyum.
“iya... tapi... kita main lagi... hhhahha...”  jawabnya.
“engga ah.. kasian kiky kayanya kecapean banget.. ya kan ki?” tanyaku.
Semuanyapun menatap kiky, termasuk aku. Ya dia memang pucat sekali. Apa dia sedang sakit!! Kutatap wajahnya agak lama, hmm kok tiba-tiba aku merasa ada yang janggal. Sementara yang ditatap malah tersenyum lebar seakan tak lelah, hmm membuatku semakin gemas, kucubit pipinya keras-keras.
“argh.. argh.. sakit meisin, udah ah...” protes kiky, sambil terus mengaduh.
“hhhahha....” tertawaku puas. 
“gimana kalo sekarang mainannya jangan kejar-kejaran lagi..” ujar hanum memberikan idenya.
“terus main apa dong...??” tanya meilan yang sebenarnya masih ingin bermain kejar-kejaran.
“gimana kalo kita main dokter-dokteran, terus nanti ada yang sakit, kita suntik deh...” usul sofi.
“setuju-setuju...” jawab kami semua dengan kompak.
“ya kayanya rame tuh...” ujar ana.
“tapi siapa ya kira-kira yang jadi pasien nya..?”
“aku usul kiky yang jadi pasiennya, dan aku dokternya, sedangkan kalian semua suster dan perawat. Gimana?” tanyaku.
“iya sipp.. kayanya rame tuh” jawab fia dengan semangat mewakili semuanya.
Kami semuapun tertawa melihat kiky yang berpura-pura sakit perut hendak melahirkan. Aku terus menyuntiknya dengan suntikan air. Aku menyuntik pantatnya dengan sok gaya layaknya bidan asli. Tapi jangan salah!! Aku memang mengikuti gaya  Bu bidan Wiwin yang selalu menyuntik mamah sebulan sekali. Bila Bu Wiwin mengusapnya dengan kapas maka aku mengusapnya dengan daun. Celana muslim putihnya pun basah. Teman-teman yang lain tertawa melihatku. Begitupun kiki tertawa, tetapi kiki tertawa karena kegelian.
“wahhh meisin berbakat jadi bidan..” ujar fia mengagumiku.
“ iya.. iyya..” gumam teman-temanku yang lain.
“meisin udah ah.. kiky cape nih.. aduh mulut kiky kok panas banget ya..?”
“yah... kok udahan sih ky??” tanyaku tak setuju.
“aduh... iya mulut kiky panas banget nih...” ujarnya sambil mengipas-ngipas mulutnya.
“emang panas kenapa? Kiky habis makan pedes ya...?”
“engga kok.. kan dari tadi kiky main.. meisin anter kiky ke mamah yu..!!” ajaknya.
“ ya udah deh.. yu.. teman-teman aku ke dalam dulu ya.. nganter kiky, gak tau nih aneh mulutnya tiba-tiba panas katanya.” pamitku pada teman-teman.
“iya sok.. anterin sin.. kasian kiky, kayanya cape banget kiky..” jawab teman-teman.
Akupun dengan kiky masuk ke dalam masjid, menghampiri mamahnya. Wah.. ternyata pengajiannya memang sudah selesai  dan sedang berdo’a. Mamah kiky rupanya menggunakan pakaian yang sama dengan kiky, muslim putih.
“kenapa ky??” tanya mamahnya.
“ini mulut kiky panas banget mah. Aduh perih banget tenggorokannya.” Ucapnya sambil mengipas-ngipas mulutnya.
“loh emang habis makan apa? Hayo... kiky habis makan pedesya..?” tanya mamahnya.
“engga kok, tanya aja sama meisin. Orang dari tadituh kiky main sama teman-teman..”    
“benar tidak meisin kiky gak makan pedes?” tanya mamahnya padaku.
“engga bu, meisin juga aneh padahal tadi engga jajan apa-apa” jawabku sesuai dengan fakta.
“oh gtu.. kok bisa ya..!! hmm aneh kiky” ujar mamahnya dengan iba, sambil membantu kiky mengipas-ngipas mulutnya.
“kenapa bu??” tanya bu RT, namanya ustadzah inayah, beliau adalah guru di TPA.
“ini loh bu.. kiky katanya tiba-tiba panas mulutnya, padahal gak makan apa-apa?”
“oooh gitu.. ni saya ada air putih, sok  coba minum baca bismillah dulu..”
Kikypun minum air putih dengan terlebih dulu membaca Al-Fatihah. Ia meneguk air sebanyak-banyaknya, hingga airnya habis. Seolah-olah mulutnya benar-benar panas, aku sebenarnya sangat aneh, kok bisa mulutnya tiba-tiba panas.
“bagaimana ki..!! masih panas tidak..??” tanya mamahnya.
“hhhahhh alhamdulillah... akhirnya gak panas lagi mulut kiky mah...” ujarnya senang.
“alhamdulillah... iya atuh syukur. Ah kiky ada-ada saja..”
“udah gak panas lagi ya... alhamdulillah....” ujar bu RT.
“kiky kita main lagi yu..!” ajakku.
“ayo main kerumah kamu yu...!” ajaknya.
“boleh, ibu.. kiky mau main ke rumah meisin, boleh ya...?”ujarku meminta izin.
“oh iya sok.. kiky jangan nakalya.. nanti mamah jemput ke rumah meisin, meisin jangan main ngumpet kemana-mana lagi ya.. biar ibu gak susah nyari kaya dulu. Kiky juga kalau waktunya pulang harus pulang..” ujar mamahnya kiky. hhhahha aku jadi ingin tertawa, teringat saat dulu kiky main ke rumah. Kiky sudah di jemput ayahnya, tapi kiky masih ingin bermain, akhirnya ide gilaku muncul untuk mengajaknya ngumpet ke kolong kasur.
“ ayo ki.. masuk ke kolong kasur..!!” ajakku.
“ih.. tapi gelap. Gak akan ada hantu kan..??” tanyanya dengan wajah pucat karena takut. Aku dan kikipun masuk ke kolong kasur. Saat itu mamah dan bapak sangat bingung dengan keberadaanku, karena sebelumnya kami sedang bermain boneka di dalam kamar. Mamah dan bapak terus memanggil kami “kiki....?? meisin...??”. aku tersenyum geli. Ingin sekali rasanya tertawa, sebaliknya dengan kiki yang terus berbisik ingin segera keluar karena takut. Beberapa detik kemudian Aku dan kikipun terperangah. Didepan kami muncul sosok monster kecil. “aaa....” sontak kami berdua teriak sambil segera keluar dari hutan kolong kasur. Kiki sudah menangis, ia yang tadi paling dekat dengan monster kecil. Mamah dan bapak segera menghampiri kami. “loh ada apa teriak-teriak? Ternyata ada di kamar. Barusan kemana pas mamah cari? meisin, kiki kenapa nangis?” serbu mamah dengan beribu pertanyaan. Ayah kiki ikut masuk ke kamar.
“maaf mah tadi ngumpet di kolong kasur, habisnya masih pengen main. Eh ada monster.” Ujarku dengan mengiba.    
“loh emang monster apaan bu?” tanya ayah kiki pada mamah.  
“maksudnya tikus pak, biasa meisin emang nyebut tikus monster. yaudah, nanti jangan diulangin lagi. Tuh mangkanya gak boleh ngerjain orang tua. Kan dapat akibatnya..”.
###          ####         ###
Setelah sampai dirumah aku dan kiki menonton TV bersama, sambil bermain boneka. Sore itu kiki terlihat sangat gelisah. Selalu menanyakan jam.
“meisin sudah jam berapa sekarang?” itu pertanyaannya yang ke empat kali.
“jam setengah 6, pasti sebentar lagi mamah kiki menjemput.” Ujarku dengan sedih, kiki hanya tersenyum.
“ki kita ngumpet aja ya biar kiki gak pulang. Gimana!!”
“maaf mei.. kiki harus pulang, kasian mamah nanti sendirian” jawabnya mengecewakan.
“yah.. kiki padahal kiki kan bisa nginep dulu, besok pulang.”
“maaf ya sin, kikikan udah sering main dan nginep ini. Nah.. Sekarang waktunya kiki harus pulang”. Jawabnya tegas. Akupun pasrah tak bisa memaksa. Beberapa detik kemudian mamah kiki datang. Sore itu aku benar-benar sangat berat melepas kiki pergi.
#### #### ####
Samar-samar kudengar suara mamah memaksaku bangun, menggoyang-goyang tubuhku. Kesal sekali rasanya. Akupun terbangun, namun sangat sulit untuk bangun. Mamah dengan kasar menarikku dan meilan keluar rumah. Mamah benar-benar tak peduli dengan mataku yang sangat lengket seolah telah dioles lem yang permanen. Namun saat aku benar-benar sudah sadar, sontak aku sangat kaget. Sekeliling rumahku sangat gelap. Begitupun diluar rumah, semuanya gelap, seolah-olah semuanya telah lenyap. Namun orang-orang sangat ramai keluar dari rumahnya masing-masing. Suara pukulan bambu terdengar keras dan seolah saling bersahutan. teriakan-teriakan warga tak kalah kencang memekkikan telinga, menyuruh semua orang yang masih di dalam rumah agar segera keluar. Semua orang terlihat panik. Suasana malam itu dapat membuat siapa saja merinding. Bagaimana tidak?? Dimana-mana terdengar teriakan-teriakan histeris dalam keadaan gelap. “kebakaran... kebakaran... ayo keluar-keluar cepat keluar”. Pekik salah seorang warga sambil memuku-mukul  bambu. Mamah merangkulku dan meilan erat-erat. “semuanya matikan lampu... ada yang kebakaran nanti takut menyambar melalui listrik”. Pekik warga lain tak kalah kencang. Aku, meilan, dan mamah bergabung dengan warga lain. Bu RT datang menghampiri kami semua sambil menangis dan wajahnya pucat. Sebenarnya aku masih tak mengerti apa yang terjadi. Tapi, badanku terasa sangat gemetar dan dadakupun begitu berdebar. Mamah bertanya pada Bu RT “ada apa bu?? Rumah siapa yang kebakaran?” tanya mamah sambil mengusap-usap punggung Bu RT berusaha menenangkan. “rummahnya kiky.. omnya kiky main dan merokok di dekat kumpulan bensin, puntung rokoknya kena bensin yang tumpah ya langsung meledak bu.. kiky dan mamah nya kekurung di kamar, badannya sudah hangus bu..” jawab Bu RT sambil mengusap air matanya. Kupingku terasa panas. Kakiku terasa lumpuh. Lidahku begitu kelu. Masih teringat saat sore main bersama dengannya. Tiba-tiba kepalaku begitu pening, hatiku mendidih, sanubariku seperti terkoyak-terkoyak. Kakiku lemas..
            ‘crott.. crott..’
semprotan suntikkan air mengenaiku. Aku tersontak kaget. Seorang anak kecil menyemprotku dan tertawa. “hhahha.. hhahha maaf ya mba.. mba kok menangis?” ujarnya. Akupun mengusap air mataku. Tak terasa aku sampai meneteskan air mata mengingat kenangan itu. Hmm.. aku jadi malu. “tidak apa-apa kok de, kakak duluan ya..” jawabku dengan senyum. Akupun kembali meneruskan perjalananku menuju rumah.

                                                                  By: Santi Nurul Hikmah
AS 2


[1] Hhehh kamu jangan begitu dong... sayakan sudah duluan tadi..
[2] Apaan sih kamu..! dianya aja belum naik dan ngejawab, tasnya udah ditarik-tarik.
[3] Sudah-sudah mang.. sayamah mau jalan saja. Toh dekat letaknya. Terimakasih..

2 komentar: